Kali ini
kita akan coba kembangkan sedikit ilmu syukur kita untuk memperluas rejeki.
Hati-hati dengan judul diatas karena merupakan kalimat negatif yang biasanya
sering jadi salah kaprah.
Tahukah
anda? Bahwa banyak sekali diantara kita yang menyempitkan rejekinya sendiri.
Maksudnya gimana?
Rejeki itu sebenarnya
luas bahkan amat luas hingga Allah sendiri berkata:
“Dan
sekiranya kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidak dapat menghitungnya.
Sesungguhnya Tuhan itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (Surah an-Nahl, ayat 18)
Tapi kita
sendiri yang kemudian menyempitkannya dengan membatasi bahwa rejeki itu
hanyalah berupa uang. Kita mengecilkan makna rejeki hanya dalam hitungan
angka-angka rupiah, dollar, euro, dll. Kita mengecilkan rejeki dengan memberi
makna bahwa rejeki itu hanya berupa harta kekayaan saja.
Bahkan harta
kekayaan itu kita kecilkan lagi dengan harta yang tidak kita terima dan ingin
kita terima. Mobil yang belum jadi milik kita, rumah yang belum kita punya
seringkali menjadi penyempit dan alasan bagi kita kalau kita ini tidak memiliki
rejeki.
Tahukah
anda? Itulah sesungguhnya yang dinamakan kufur nikmat. Maka jangan heran kalau
Allah kemudian mengadzab kita dengan adzab yang pedih karena kurangnya rasa
syukur kita.
Biar jelas,
mari kita buat satu contoh. Kita lihat cerita si Bejo sahabat kita.
Si Bejo dulu
orang yang miskin. Kemana-mana jalan kaki. Lalu dia melihat tetangganya beli
sepeda. Bejo pun kerja keras agar bisa beli sepeda. Alhamdulillah sepeda
berhasil kebeli bahkan lebih bagus dari milik tetangganya.
Belum sempat
Bejo menikmati sepeda barunya, dia melihat tetangganya yang lain barusan beli
motor baru. Bejo lalu kerja lebih keras lagi lalu coba kredit motor dan
akhirnya motor baru yang lebih bagus dari milik tetangganya sudah nangkring di
rumahnya.
Saat
jalan-jalan dengan motor barunya, dia melihat temannya waktu kecil menyetir
mobil melewatinya. Hati bejo kembali panas, di cari berbagai cara supaya bisa
punya mobil.
Tapi sayang
kemampuan bejo terbatas sehingga dia tak juga mampu beli mobil. Bejo stress
apalagi sang teman berkali-kali datang ke rumahnya dan mengajaknya jalan-jalan
dengan mobilnya. Bejo makin panas. Bejo marah-marah, kena stroke dan harus
dirawat di rumah sakit. Motor di oper kredit karena belum lunas, sepeda dijual
untuk biaya berobat hingga rumahnya yang warisan itupun harus rela dilepas.
Lain si Bejo
lain lagi si Panjul.
Si Panjul
juga semiskin Bejo. Kerja di tempat yang sama dengan bejo. Tak punya sepeda
persis seperti bejo. Karena itu bejo suka padanya karena kelihatannya dia lebih
melarat.
Saat bejo
punya sepeda, Panjul mengucapkan, “Alhamdulillah.. bejo bisa beli sepeda. Ada
yang bisa diajak numpang nih, biarlah jadi sopir yang penting gak telat masuk
kerja”.
Alhamdulillah
Panjul jadi gak perlu jalan lagi ke tempat kerja, dia memang tak punya sepeda,
tapi dia bisa naik sepeda bejo waktu kerja. Gak lama setelah itu bejo beli
motor, lagi-lagi Panjul bersorak.
“Alhamdulillah,
bejo udah kaya. Dia bisa beli motor. Jadi aku gak perlu genjot sepeda terus
nih”.
Maka jadilah
Panjul sopir bejo tiap hari. Membonceng bejo yang duduk di belakang sambil
ngantuk-ngantuk.
Pas lihat
teman bejo sering bawa mobil ke rumah bejo, Panjul lagi-lagi bersyukur.
“Alhamdulillah, bejo sekarang punya teman kaya. Bawa mobil terus temannya.
Mungkin bejo akan beli mobil juga. Asyik bisa naik mobil, kemana-mana gak
kepanasan, gak kehujanan”.
Tapi
gara-gara temannya diusir bejo dari rumahnya sang teman jadi sedih. Dia
mengeluarkan mobilnya dengan gontai. Panjulpun menyapanya, “Assalamu’alaikum
Bos, ada apa? Baru ketemu teman kok kayaknya sedih”. Setelah cerita-cerita dan
tahu masalahnya si Panjul ngasih usulan.
“Daripada
mubadzir, gimana kalau ajak anak tetangga saya. Dia anak yatim bos”
Si bos
setuju. Bahkan karena si anak gak berani berangkat sendiri si Panjulpun
“terpaksa” ikut menemani. “Alhamdulillah, tadi bayangin jadi sopir ternyata
malah jadi bos. Duduk di mobil mewah, di bagian belakang”
Dua kisah
diatas mungkin terlalu dilebih-lebihkan. Tapi pada kenyataannya seperti itulah
yang terjadi. Terlalu sering kita mencari dan mengejar yang bukan milik kita.
Dan seringkali kita menganggap tidak ada apa yang sudah dikaruniakan Allah pada
kita.
Bejo yang
punya sepeda, motor dan teman yang baik. Tapi panjul justru yang menikmati
semuanya. Panjul mensyukuri sekecil apapun nikmat yang Allah berikan padanya. Maka
Allah makin menambah nikmat untuknya. Bagaimana dengan anda?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar