Malak lahir di keluarga kaya. Namun,
ia tak mendapatkan kasih sayang dan pendidikan agama. Ayahnya yang
muslim selalu sibuk dengan urusan pekerjaan. Sedang ibunya, selain ia
seorang nasrani juga sering keluar bepergian.
Ketika liburan sekolah tiba, Malak yang telah duduk di bangku sekolah
menengah biasa berlibur bersama teman-temannya. Mereka sering menyewa
‘villa’ selama beberapa hari. Satu kamar ditempati Malak dan teman-teman
perempuannya. Satu kamar yang lain ditempati teman-teman laki-laki.
Siang hari mereka pergi rekreasi dan tentu saja bercampur baur antara
cowok dan cewek. Malamnya mereka kembali ke ‘villa’ untuk istirahat.
Satu hari di musim liburan, Malak pergi ke rumah salah seorang temannya.
Rumah itu sepi sehingga para remaja itu bisa berbuat apapun. Ketika
Malak sedang duduk-duduk, seorang teman wanitanya berpamitan mau masuk
kamar bersama seorang teman laki-laki.
“Kalau kamu mau, kamu juga bisa masuk ke salah satu kamar bersama cowok
yang kamu mau,” katanya sambil meninggalkan Malak yang berbincang dengan
teman laki-lakinya.
Selang beberapa saat, teman wanita tersebut memanggil Malak. Betapa
terperanjatnya Malak, ia melihat temannya tersebut di atas ranjang
bersama teman laki-lakinya dalam kondisi tidak sopan dan memalukan.
“Beraninya kamu!” teriak Malak sembari menampar temannya.
Seketika, Malak berlari keluar. Ia pulang meninggalkan aktifitas
terkutuk itu sambil menangis. Ada perasaan aneh dalam dirinya. Untuk
pertama kalinya, ia merasa hidupnya selama ini telah tersesat tanpa
tujuan.
Malak menjadi sering menyendiri. Ia suka merenung. Berubah 180 derajat.
Tak lagi menyukai musik. Tak lagi menyukai pakaian-pakaiannya yang mahal
namun serba terbuka. Bahkan ia tak lagi menyukai rumah mewahnya.
Setelah peristiwa itu, kumandang adzan selalu mengusik jiwanya. Ia
memutuskan untuk shalat. Untung di rumah itu masih ada sajadah dan
mukena peninggalan neneknya. Ibunya seorang nasrani. Sedangkan ayahnya
meskipun mengaku muslim, ia tak pernah terlihat shalat.
Malak tak kuasa menahan air matanya saat bersujud. Ia menangis
tersedu-sedu menyesali segala perbuatannya. Hampir satu jam Malak
menangis dan berdoa. Itulah untuk pertama kali Malak merasakan
ketenangan batin yang tak bisa diungkapkannya.
Selesai shalat, Malak ingat bahwa ia memiliki seorang paman yang cukup
alim. Ia pun pergi ke sana untuk belajar agama. Dengan penuh kasih
sayang, pamannya mengajarkan wudhu yang benar, shalat dan ilmu-ilmu
agama.
“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghafal Qur’an, Paman?” tanya Malak setelah beberapa hari di rumah penuh berkah itu.
“Insya Allah lima tahun”
“Ya Allah… bisa jadi saya sudah meninggal sebelum lima tahun berlalu,”
Malak sedih. Namun ia bertekad untuk menghafalkan Al Qur’an sejak hari
itu.
Ketika beberapa pekan Malak tidak terlihat di rumah, sang ayah mulai
bingung. Ia mencari ke sana kemari hingga akhirnya mengetahui Malak
sedang berada di rumah pamannya. Saat itu, ketika Malak tengah menjalani
proses menghafal Qur’an, ayah datang dan memintanya pulang. Namun Malak
tidak mau.
Sang ayah sempat marah-marah. Namun, Malak tidak mau pulang. Sebagai solusi, akhirnya Malak memilih tinggal di rumah kakeknya.
Impian terbesar Malak akhirnya terkabul. Ia bisa menghafal Qur’an
lengkap 30 juz. Bukan dalam jangka waktu lima tahun seperti kata
pamannya. Bukan pula satu tahun. Namun hanya tiga bulan. Ya hanya dalam
waktu tiga bulan Malak sudah menjadi hafizhah.
Atas pencapaian yang luar biasa ini, keluarga Malak ingin mengadakan
syukuran. Semua kerabat diundang. Saat hendak dimulai acara, hafizhah
kebanggaan keluarga itu tak juga kelihatan.
“Ia tadi shalat di kamarnya. Dari tadi belum keluar,” kata salah seorang perempuan kerabat Malak.
Karena terlalu lama menunggu, mereka memutuskan untuk pergi ke kamar
Malak. Tak ada suara, tak ada jawaban. Alangkah terkejutnya keluarga
Malak, rupanya hafizhah itu tengah berbaring sambil memegang mushaf
dalam kondisi sudah tak bernyawa.
Semua orang syok. Terutama sang ayah. Namun bagaimanapun juga, mereka harus menerima kenyataan ini.
Saat hendak dikafani, sebuah keajaiban terjadi. Kafan yang telah dibeli
tiba-tiba hilang entah ke mana. Dicari-cari tidak ada. Akhirnya keluarga
menemukan sebuah kain hijau yang terikat pada sebuah tiang di rumah
itu. Ajaibnya, kain itu berbau wangi dan terus menerus wangi saat
dipakai untuk mengkafani Malak. [Muchlisin BK/Kisahikmah]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar